Kehidupan sosial masyarakat dimulai dari sebuah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam interaksi sosial. Keluarga adalah sekolah pertama. Dari keluargalah seseorang belajar banyak tentang kehidupan, kasing sayang, nilai-nilai kehidupan, rasa dan sikap empati, hingga dasar iman dan akhlak.
Ibarat hati yang menentukan tindak-tanduk seseorang, keluarga yang baik juga dapat memberikan pengaruh positif bagi lingkungannya. Dari rumah tangga yang penuh dengan kasih sayang lahir anak-anak yang berakhlak mulia, pasangan yang saling mendukung, hingga orang tua yang bijaksana.
Sebaliknya, keluarga yang rapuh ibarat hati yang sakit: dipenuhi iri dan dengki, menimbulkan keresahan dan pertengkaran, serta energi negatif yang merembet ke lingkungan sekitar.
Islam mengajarkan bahwa keluarga menempati posisi yang sangat penting sebagai pondasi utama kebahagiaan dan kesuksesan. Membangun keluarga yang kokoh dan penuh aura positif tidak hanya berdampak baik terhadap anggota keluarga itu sendiri, melainkan juga berdampak nyata bagi tetangga.
Empat Kebahagiaan Hidup
Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya meriwayatkan satu hadis yang berbunyi:
Rasulullah Saw. bersabda, “Empat perkara yang termasuk kebahagiaan: istri yang salehah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang yang nyaman.”
Hadis di atas menyebutkan empat perkara yang dapat menjadi kebahagiaan setiap individu. Ia dapat dibaca secara terpisah, yaitu bahwa istri yang salehah merupakan satu kebagiaan dan rumah yang luas adalah kebahagiaan lain.
Di sisi lain, penulis membaca hadis di atas sebagai satu kesatuan yang berjalan beriringan, bahwa kebahagiaan yang pertama (istri/pasangan) dapat memicu munculnya kebahagiaan selanjutnya. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis, yang kendati secara sanad merupakan hadis yang sangat daif (bahkan dinilai palsu), makna redaksinya mengarah pada rentetan kebahagiaan yang muncul sebagai akibat kebahagiaan sebelumnya, yaitu:
“Empat perkara yang termasuk kebahagiaan seseorang: istri yang salehah, anak-anak yang taat, tetangga yang baik, dan penghidupannya di negerinya sendiri.”
Pasangan yang saleh merupakan pilar utama untuk mencapai kebahagiaan keluarga. Suami yang saleh akan membimbing istri dan keluarganya dengan penuh kasih sayang, tanggung jawab, dan keteladanan. Dan istri yang salehah akan mendampingi dengan penuh kesetiaan, kelembutan, serta menjaga kehormatan keluarga.
Pasangan yang baik tidak akan saling menyalahkan. Bahkan sebaliknya, mereka saling menguatkan di segala kondisi. Mereka memandang segala ujian dalam pernikahan bukan semata sebagai beban, melaikan sebagai sarana untuk saling memahami dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Mengasihi. Dari sikap inilah lahir ketahanan keluarga yang kokoh, yang memberikan vibes positif terhadap suasana rumah.
Rumah yang luas tidak dimaknai secara fisik sebagai bangunan yang besar dan lapang. Ia dapat dimaknai sebagai tempat di mana rasa aman, nyaman, dan damai muncul di hati setiap penghuninya.
Luasnya rumah juga dapat dimaknai sebagai luasnya hati para anggota keluarga dalam menerima, memahami, dan menghargai satu sama lain. Dengan begitu, rumah dapat menjadi tempat yang menyenangkan, tempat melepas penat, dan benteng yang melindungi diri dari kegelisihan.
Rumah yang luas juga dapat dimaknai sebagai karunia berupa anak-anak yang taat. Ketaatan sejati anak didapat dari didikan orang tua yang baik, penuh kelembutan dan kasih sayang, bukan dari didikan otoriter yang memaksa dan memandang anak sebagai aset penerus serta wadah kehendak orang tua.
Tetangga yang baik bisa berdiri sendiri. Artinya, mereka memang telah baik sebelum adanya interaksi dengan tetangga lainnya. Namun, tetangga yang baik juga dapat terbentuk dari adanya pengaruh yang baik dari salah satu keluarga dalam lingkungan.
Sikap baik terhadap tetangga dan lingkungan sekitar merupakan salah satu sikap seorang muslim. Berkali-kali Nabi Muhammad menekan sikap sosial ini, yang sering beliau sandingkan dengan keimanan terhadap Allah. Salag satu sabdanya berbunyi:
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya.” (HR. Muslim).
Tetangga yang penuh perhatian dan suka menolong merupakan sebuah kebahagiaan besar dalam hidup. Sebab, manusia adalah makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi antar sesama.
Ibnu Khaldun menyebut bahwa al-insaan madaniy bi al-thaba’i (manusia terbentuk oleh lingkungannya). Jika lingkungan baik, maka ia akan memberikan pengaruh yang baik juga bagi keluarga-keluarga di sekitarnya. Dan begitu sebaliknya, jika lingkungan toxic, ia akan memberikan racun yang merusak bagi setiap keluarga di lingkungannya.
Kendaraan yang nyaman merupakan kebahagiaan selanjutnya yang dicita-citakan oleh setiap individu dan keluarga. Kendaraan yang nyaman dapat dimaknai sebagai fasilitas hidup dan rezeki yang mudah diakses. Rezeki yang mudah dan halal akan menumbuhkan keberkahan dan rasa syukur.
Hal ini juga dapat didapat dari lingkungan baik yang memberikan pengaruh positif. Seorang anggota masyarakat sejatinya tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk bekerja dan mendapatkan rezeki jika lingkungannya telah memberikan kesempatan tersebut.
Dengan membaca hadis di atas sebagai satu rentetan kebahagiaan, kita memahami dan menyadari betapa keluarga merupakan fondasi yang teramat penting bagi kemaslahatan hidup bersama, bukan hanya bagi antar anggota keluarga, tetapi juga bagi lingkungan sekitar.
Pembacaan seperti ini juga seiring dengan banyaknya anjuran dan pendapat yang menyatakan bahwa perubahan sosial dimulai dari kebaikan individu, yang di dalam hadis Nabi dijelaskan bahwa jika hati seseorang baik, maka tindak-tanduknya pun menjadi baik.
Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag., Penyuluh Agama Islam Kotabaru dan Ustadz di Cariustadz
Tertarik mengundang Taufik Kurahman, S.Ag., M.Ag.? Silakan Klik disini