Algoritma Kehidupan dalam Al-Quran

Di era digital istilah algoritma sering dikaitkan dengan mesin pencari atau media sosial yang menampilkan konten sesuai kebiasaan pengguna. Namun, Al-Qur’an telah lebih dulu mengajarkan konsep serupa dalam kehidupan nyata. Pola amal dan sikap seseorang akan mempengaruhi siapa yang ia temui, peluang yang datang, dan arah hidup yang dijalani. Orang yang terbiasa berbuat baik akan lebih sering bertemu orang baik dan mendapat kesempatan untuk terus berbuat baik, seolah hidupnya diprogram menuju kebaikan. Konsep inilah yang dalam perspektif wahyu dapat kita sebut sebagai “algoritma kehidupan.” Konsep ini dijelaskan secara gamblang dalam QS Al-Lail ayat 5–7:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَٱتَّقَىٰ (٥) وَصَدَّقَ بِٱلْحُسْنَىٰ (٦) فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْيُسْرَىٰ (٧)

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, serta membenarkan pahala yang terbaik, maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kemudahan.”

Ayat ini memuat tiga kata kunci penting: a‘ṭā (memberi, berbagi manfaat), ittaqā (bertakwa, menjaga batas larangan Allah), dan ṣaddaqa bil-ḥusnā (membenarkan janji terbaik Allah, yakni surga dan pahala). Tiga perilaku ini menjadi input utama dalam “program” kehidupan seorang mukmin yang ingin hidupnya penuh keberkahan.

Menurut Al-Ṭabarī, orang yang memiliki tiga sifat ini akan dipermudah untuk melakukan amal-amal kebaikan lainnya. Ibn Kathīr menegaskan, kemudahan itu mencakup urusan dunia dan akhirat—Allah akan menuntun langkah, membuka peluang, dan menghadirkan lingkungan yang mendukung. Al-Qurṭubī menambahkan, balasan Allah itu sejenis dengan amalnya; siapa yang memulai kebaikan akan dipertemukan dengan kebaikan berikutnya.

Dalam bahasa kontemporer, ini seperti algoritma yang menyaring dan merekomendasikan “konten” kehidupan sesuai rekam jejak perbuatan kita. Ayat ini mengajarkan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh kualitas input amal kita. Jika kita menanam nilai berbagi, menjaga takwa, dan mempercayai janji Allah, kita sedang memprogram hidup untuk terus dipertemukan dengan peluang dan orang-orang baik. Sebaliknya, jika input-nya buruk, maka lingkungannya pun akan membawa ke arah keburukan. Rasulullah Saw menegaskan prinsip ini dalam sabdanya:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ

“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan akan menuntun ke surga” (HR. al-Bukhārī dan Muslim).

Hadis ini memperjelas “algoritma kehidupan” yang diajarkan QS Al-Lail 5–7: kejujuran (sebagai salah satu wujud takwa dan pembenaran kebenaran) akan membuka jalan menuju kebaikan, dan kebaikan itu sendiri akan membuka jalan menuju surga. Sebaliknya, ketidakjujuran akan menarik peluang dan orang-orang yang memperkuat keburukan.

Misalnya, seseorang yang ingin meraih gelar secara instan tanpa proses belajar akan secara otomatis “dipertemukan” dengan calo atau makelar ijazah. Atau seorang pedagang yang menipu timbangan dan kualitas barang akan lebih mudah menemukan orang-orang yang mengajarkan trik penipuan dagang, bahkan mungkin jaringan pemasok curang. Pola ini seperti magnet: niat buruk mengundang jalur dan rekan yang mendukung keburukan tersebut. Hasilnya mungkin terlihat mudah di awal, tetapi ia sedang berjalan di jalur taysīr lil-‘usrā—kemudahan menuju kesulitan.

Dr. Mukhrij Sidqy, M.A, Ustadz di Cariustadz.id

Tertarik mengundang ustadz Dr. Mukhrij Sidqy, M.A? Silahkan klik disini